GambarXVIII: Ornamen Praba Variasi Gunugan dalam Cerita Wayang Kulit pada Tiang Utama Serambi Masjid Gedhe Sumber : Dokumentasi Jeksi Dorno, Mei 2014 57 b) Ornamen Praba pada Tiang Penyangga Serambi Masjid Gedhe Yogyakarta Ornamen Praba pada tiang penyangga ini lebih kecil dibandingkan dengan Ornamen Praba tiang penyangga utama. SeniRupa Terapan adalah - Fungsi, Macam, Unsur dan Contoh - Untuk pembahasa kali ini kami akan mengulas mengenai Seni Rupa Terapan yang dimana dalam hal ini meliputi pengertian, sejarah, fungsi, macam, unsur dan contoh, nah untuk lebih memahami dan mengerti simak ulasan dibawah ini. Vay Tiền Trả Góp Theo Tháng Chỉ Cần Cmnd. 1. Selain ukiran berbahan dasar kayu ,ada juga ukiran wayang kulit,yang berbahan dasar kulit 2. Hasil ukiran kayu di Jawa Barat berbentuk wayang golek,salah satu tokoh wayang golek yang terkenal jenaka adalah3. alat yang digunakan untuk membuat ukiran adalah4. Daerah penghasil gerabah terkenal di Jawa Barat adalah​ bumi The Balinese puppets in the traditional paintings as a cultural heritage has inspired Balinese craftsmen created ceramic works of aesthetic value. The efforts these craftsmen can be read as resistance to entry the ceramic works from outside and the production of the ceramic art in Indonesia that ignore Indonesian characters. This study aims to discuss the aesthetics of visuals ceramic works that apply Balinese puppets ornaments. The data collection method by observation and documentation. The results showed that the aesthetics of the ceramic craft products with Balinese puppets ornaments seen from unity, harmony, symmetry, balance, and contrast are quite good, although not yet optimal. Besides, the visual aesthetics of the ceramic works have not displayed good complexity, so the beauty that obtained was not optimal. The visual aesthetic assessment of this work was subjective in nature, so it was possible that there will be different judgments. The conclusion that aesthetics can be achieved by elevating the cultural traditions of the past and at the same time as a form of appreciation for that culture and become a differentiator amid the rise of Chinese ceramics in Indonesia. Content may be subject to copyright. Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for free Gondang Jurnal Seni dan Budaya, 5 1 2021 53-63 DOI Gondang Jurnal Seni dan Budaya Available online Estetika Visual Kriya Keramik Berornamen Wayang Khas Bali Visual Aesthetics of Ceramic Crafts Ornate Balinese Puppets I Wayan Mudra1, I Gede Mugi Raharja1, I Wayan Sukarya2 1Program Studi Desain, Program Magister, Institut Seni Indonesia Denpasar, Indonesia 2Program Studi Seni Murni, Fakultas Seni Rupa dan Desain, Institut Seni Indonesia Denpasar, Indonesia Diterima 22 November 2020; Direview 13 Desember 2020; Disetujui 17 Februari 2021 Abstrak Wayang Bali dalam bentuk lukisan tradisional sebagai budaya warisan leluhur ikut menginpirasi kriyawan Bali dalam mewujudkan karya-karya keramik bernilai estetika. Usaha para kriyawan ini dapat dibaca sebagai perlawanan terhadap masuknya karya keramik dari luar dan produksi karya-karya keramik seni di Indonesia yang mengabaikan karakter Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk membahas estetika dari visual karya-karya keramik yang menerapkan ornamen wayang khas Bali. Metode pengumpulan data dilakukan dengan observasi dan dokumentasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa estetika dari visual produk kriya keramik dengan ornamen wayang khas Bali dilihat dari kesatuan unity, keselarasan harmony, kesetangkupan symmetry, keseimbangan balance, dan perlawanan contrast cukup baik walaupun belum maksimal. Disamping itu estetika visual ornamen karya-karya keramik ini belum menampilkan kerumitan complexity yang baik, sehingga keindahan yang diperoleh tidak maksimal. Penilaian estetika visual pada karya ini bersifat subyektif, sehingga sangat mungkin ada penilaian yang berbeda. Simpulan yang dapat disampaikan bahwa estetika dapat dicapai dengan mengangkat budaya tradisi masa lalu dan sekaligus sebagai bentuk penghargaan terhadap budaya tersebut dan menjadi pembeda di tengah maraknya keramik bernuansa Cina di Indonesia. Kata Kunci estetika, keramik, ornamen, wayang, Bali. Abstract The Balinese puppets in the traditional paintings as a cultural heritage has inspired Balinese craftsmen created ceramic works of aesthetic value. The efforts these craftsmen can be read as resistance to entry the ceramic works from outside and the production of the ceramic art in Indonesia that ignore Indonesian characters. This study aims to discuss the aesthetics of visuals ceramic works that apply Balinese puppets ornaments. The data collection method by observation and documentation. The results showed that the aesthetics of the ceramic craft products with Balinese puppets ornaments seen from unity, harmony, symmetry, balance, and contrast are quite good, although not yet optimal. Besides, the visual aesthetics of the ceramic works have not displayed good complexity, so the beauty that obtained was not optimal. The visual aesthetic assessment of this work was subjective in nature, so it was possible that there will be different judgments. The conclusion that aesthetics can be achieved by elevating the cultural traditions of the past and at the same time as a form of appreciation for that culture and become a differentiator amid the rise of Chinese ceramics in Indonesia. Keywords aesthetics; ceramics; ornaments; puppets, Bali. How to Cite Mudra, I G. Mugi Raharja. I W. Sukarya. 2021. Estetika Visual Keramik Berornamen Wayang Khas Bali. Gondang Jurnal Seni dan Budaya, 5 1 53-63. *Corresponding author E-mail wayanmudra ISSN 2599 - 0594 Print ISSN 2599 - 0543 Online I W. Mudra, I G. M. Raharja, I W. Sukarya, Estetika Visual Kriya Keramik Berornamen Wayang Khas Bali. 54 PENDAHULUAN Persoalan estetik sebuah karya seni termasuk di dalamnya produk kriya, merupakan suatu objek yang menarik untuk dibahas seperti karya-karya seni lainnya. Karena berkaitan dengan rasa apresiasi dan penghargaan terhadap sebuah ciptaan dan dapat dilakukan oleh semua orang secara objektif dan sewajarnya dilakukan dengan tulus ikhlas, tanpa nilai, dan tanpa pertimbangan kepentingan apapun. Pengalaman estetik seseorang, selain indah juga termasuk pengalaman buruk, sedih, marah, muak, jijik, benci, serta berbagai rasa yang ditimbulkan langsung dan sesudahnya akan muncul rasa suka tidak suka, senang tidak senang, dan puas tidak puas Ekosiwi, 2017. Penilaian terhadap estetik ini merupakan penilaian yang sifatnya subyektif, masing-masing indvidu memiliki ukuran sendiri sesuai tingkat pengalamannya dalam mengapresiasi karya seni. Hasil penilaian menjadi subjektif karena subjek bertindak sebagai penilai, disini keadasaran individu menjadi ukuran penilaian Abadi, 2016. Berkaitan dengan tulisan estetik pada visual kriya keramik dengan muatan kearifan lokal wayang khas Bali merupakan objek yang masih tergolong baru pada sebuah karya tulis. Beberapa tulisan kriya keramik dengan muatan lokal wayang khas Bali, sebelumnya ditemukan dalam bentuk karya tulis ilmiah seperti berikut ini. Tulisan berjudul “Motif Tradisi Wayang Khas Bali pada Penciptaan Seni Keramik”. Tulisan ini menjelaskan jenis-jenis karya yang diciptakan dengan ornamen wayang khas Bali, teknik pembentukan dan teknik penerapan oranmennya serta tokoh-tokoh wayang yang dipilih sebagai ornamen Mudra, 2019. Tulisan lainnya ditemukan berjudul “Inovasi Bentuk Lukisan Wayang Kamasan”. Pada tulisan tersebut dijelaskan lukisan wayang Kamasan secara visual memiliki nilai estetika, mengandung nilai-nilai filsafat, nilai-nilai kehidupan manusia sehingga sering dipakai sebagai model dalam melakukan pencerahan untuk kehidupan manusia di dunia nyata maupun dunia akhirat. Di samping itu juga dijelaskan bahwa lukisan wayang Kamasan diinovasi menjadi kemasan pasar untuk memenuhi kebutuhan konsumen Mudana, 2016. Pada tulisan Yuliawan berjudul “Penciptaan Tempat Lampu Keramik dengan Ornamen Figur Wayang Bali” merupakan tulisan yang mengetengahkan penciptaan benda-benda tempat lampu keramik yang diberi ornamen wayang khas Bali, dengan mengambil tokoh-tokoh Ramayana seperti Rama, Sinta, Hanoman, Sugriwa dan Subali, dan lain-lainnya. Ornamen ditampilkan dengan penuh warna sesuai warna wayang yang menjadi referensi, diterapkan di atas badan keramik yang kebanyakan berbentuk silinder Yuliawan, 2017. Pada tulisan lain berjudul “Wayang Kamasan Painting and Its Development in Bali’s Handicrafts” menjelaskan lukisan wayang Kamasan diperkirakan sudah ada pada kerajaan Bali kuno, yaitu saat pemerintahan Raja Dalem Waturenggong di Semarapura Klungkung Bali. Wayang Kamasan dilukis di atas kanvas dengan warna dasar coklat muda, terkesan kaku, dan dua dimensi. Tokoh-tokoh yang digambarkan diambil dari cerita Ramayana dan Mahabharata. Produk kerajinan Bali yang terinspirasi dari lukisan wayang Kamasan diantaranya kerajinan keramik, produk anyaman seperti sokasi/keben keranjang dari anyaman bambu, sarung keris, dulang baki, bokor mangkok, gitar, beruk wadah batok kelapa, dan lain-lain Mudra, 2020. Semua artikel di atas memiliki fokus kajian yang berbeda dengan tulisan pada artikel ini. Fokus kajiannya tidak ada yang menyinggung visual estetik wayang Kamasan pada sebuah karya keramik. Sedangkan tulisan ini bertujuan mengkaji khusus tentang estetika visual kriya keramik dengan ornamen wayang khas Bali. Wayang khas Gondang Jurnal Seni dan Budaya, 5 1 2021 53-63 55 Bali yang dimaksud dalam tulisan ini adalah lukisan wayang Kamasan. Dengan demikian state of the art dari karya tulis ini menjadi jelas. Kajian estetik lukisan kriya keramik dengan ornamen wayang Kamasan ini merupakan kebaruan dari tulisan ini yang belum pernah dibahas atau ditulis sebelumnya. Batasan mengenai estetika adalah sesuatu yang masih sulit untuk dijelaskan secara tepat, karena sifatnya sangat luas dan bersifat subyektif. Buku pertama yang membahas estetika yaitu Baumgarten “Aesthetica” 1750. Estetika diidentikkan dengan keindahan. Pencipta seni dan penikmat seni memiliki parameter yang berbeda-beda dalam penilaian keindahan sebuah karya yang dinikmati. Hal ini kerapkali terjadi pada suatu ajang pameran karya dengan pengunjung yang datang dari berbagai lapisan masyarakat yang berbeda dari segi usia, pendidikan dan pengalaman. Karya yang dipamerkan atau disajikan kepada publik sebagai wujud karya tersebut dalam memenuhi fungsi sosialnya. Kemampuan kritis penilai merespon suatu karya seni menentukan komunikatif dan tidaknya karya tersebut diapresiasi sehingga berlangsung penghayatan. Pembahasan mengenai estetika akan menyangkut tiga elemen yang tekait yaitu objek estetika, subjek estetika dan nilai estetika. Objek estetika adalah benda atau karya seni yang diamati, benda yang menjadi objek untuk diapresiasi. Subjek estetis adalah orang yang mengamati atau orang yang mewujudkan objek estetis. Pengalaman kreator dalam mengamati objek estetis disebut pengalaman estetis. Sedangkan nilai estetis adalah ukuran yang digunakan subjek untuk menimbang keindahan atau kejelekan, maupun ketertarikan atau ketidaktertarikan pada suatu objek. Maka dari itu estetika dapat dipandang sebagai kajian tentang proses yang terjadi pada subjek, objek, dan nilai yang terkait dengan ketertarikan atau ketidaktertarikan subjek pada bentuk objek karena pengaruh nilai-nilai tertentu Junaedi, 2016. Pada sumber lain disebutkan pengertian keindahan dalam arti luas, misalnya tokoh Yunani Plato menyebut watak yang indah dan hukum yang indah, sedangkan Aristoteles menyebutkan keindahan sebagai sesuatu selain baik juga menyenangkan. Berbagai bentuk keindahan dalam arti luas misalnya keindahan alam, keindahan moral, keindahan seni, serta keindahan intelektual. Keindahan dalam arti estetika murni adalah pengalaman estetis seseorang dalam mencerap segala sesuatu, sedangkan keindahan dalam arti terbatas hanya menyangkut benda-benda yang dicerap dengan penglihatan, yaitu keindahan dari bentuk dan warna. Keindahan pada dasarnya adalah sejumlah kualita pokok tertentu yang terdapat pada suatu hal. Suatu hal disini adalah objek seni yang akan dicerap. Kualita tersebut misalnya kesatuan unity, keselarasan harmony, kesetangkupan symmetry, keseimbangan balance, dan perlawanan contrast Dharsono dalam Utari, 2020. Komponen kulitas dari keindahan ini yang akan dipakai melalukan penilaian terhadap karya keramik yang menampilkan kearifan budaya lokal Bali yaitu wayang Kamasan. Saat ini lukisan kuno wayang Kamasan masih dapat ditemukan di langit-langit bangunan Bale Kertagosa dan Bale Kambang di Puri Klungkung, yang saat ini difungsikan sebagai objek wisata. Keberadaan lukisan wayang Kamasan merupakan pengayoman kerajaan Klungkung terhadap karya seni. Hal ini terjadi ketika kerajaan Klungkung diperintah oleh salah satu raja Kepakisan yaitu Sri Waturenggong pada abad ke 15. Disebut sebagai lukisan Wayang Kamasan karena kegiatan melukis wayang ini bermula dari Desa Kamasan Kabupaten Klungkung Bali. Kata Kamasan disinyalir berasal dari kata ka-emas-an. Karena desa ini banyak perajin yang mengerjakan benda-benda kerajinan dari emas atau I W. Mudra, I G. M. Raharja, I W. Sukarya, Estetika Visual Kriya Keramik Berornamen Wayang Khas Bali. 56 logam yang telah ada pada masa perundagian Ahmad, 2016. Fajar Putu Arcana kurator Bentara Budaya Bali pada media yuotube berjudul “Kamasan-Lukisan dari Para leluhur “ menjelaskan Mangku Mura 1920-1999 dan I Nyoman Mandra dianggap tokoh penting yang menyertakan namanya dalam karyanya, kemudian diteruskan oleh I Nyoman Mandra yang mengajarkan kepada ibu-ibu dan anak-anak melukis wayang Kamasan. Lukisan wayang Kamasan merupakan kelanjutan dari tradisi melukis wong-wongan yaitu melukis dengan objek manusia dengan alam sekitarnya. Gede Mersadi seorang warga Desa Kamasan merupakan salah satu tokoh awal yang disebut-sebut sangat berperan dalam pembuatan lukisan wayang Kamasan. Peran pengembangan itu diperoleh atas perintah dari raja Klungkung sekitar tahun 1987-an. Karena keberhasilannya melukis Mahapatih Modara yang dipetik dari lontar Bomantara, raja memanggil Mersadi dengan sebutan Modara Mudana, 2016. Style lukisan wayang karya Mersadi ini dikenal dengan seni lukis wayang Kamasan yang juga disebut sebagai seni lukis klasik yang masih bertahan hidup dan berkembang di masyarakat khususnya di Desa Kamasan Klungkung Bali. Style lukisan wayang Kamasan ini menjadi inspirasi dalam pengembangan berbagai produk kerajinan di Bali, termasuk dalam pengembangan produk kriya keramik sebagai upaya memperoleh keindahan visual. Berikut contoh lukisan style wayang Kamasan Karya seniman I Nyoman Mandra. Gambar 1. Rama dan Shinta, karya I Nyoman Mandra. Contoh style lukisan wayang Kamasan Sumber METODE PENELITIAN Karya tulis ini merupakan hasil penelitian yang dilakukan dengan metode deskriptif kualitatif. Penelitian ini termasuk penelitian sampel, pengambilan data dilakukan di usaha kerajinan keramik Tri Surya Keramik yang berada di Desa Kapal Kecamatan Mengwi Badung. Perajin ini menjadi mitra pelaksanaan Penelitian Terapan yang dilaksanakan oleh tim penulis artikel ini dan mendapat pendanaan kompetitif Kemenristekdikti tahun 2020. Pengumpulan data dilakukan dengan teknik observasi dan dokumentasi on line dan off line. Penentuan sumber data dilakukan dengan proposive sampling yaitu sesuai dengan tujuan peneliti. Analisis data menggunakan metode hermeneutik, yaitu menginterpretasi estetika dari teks atau subjek penelitian yaitu visual karya-karya keramik yang berornamen lukisan motif wayang khas Bali yaitu wayang Kamasan. HASIL DAN PEMBAHASAN Karya-karya keramik yang diciptakan dalam pelaksanaan Penelitian Terapan tahun 2020 ini cukup bervariasi dilihat Gondang Jurnal Seni dan Budaya, 5 1 2021 53-63 57 dari bentuk maupun dari fungsinya, diantaranya ada berupa sangku di Bali difungsikan sebagai tempat air suci, vas vase, dan guci jar. Bentuk-bentuk yang ditampilkan cukup sederhana, tidak banyak ada permainan garis namun sebagian besar tidak ditemukan di pasar-pasar umum. Teknik pembentukan badan keramik dilakukan dengan teknik putar, dengan ketebalan yang cukup baik sesuai besaran benda tersebut. Teknik putar juga diyakini memiliki resiko rendah terhadap barang keramik pecah dan retak serta lebih efektif dan efisien dalam pembuatan karya keramik maupun tembikar/gerabah Akbar, 2019. Karya-karya ini bisa difungsikan sebagai benda hias maupun benda fungsi, tergantung penggunanya. Selain itu bisa juga dimanfaatkan sebagai benda souvenir kepada kerabat atau bentuk pemberian lainnya karena tampilan visualnya cukup menarik dan unik. Untuk mengahasilkan produk yang unik harus dilakukan melalui riset dengan inovasi dan teknologi untuk menghasikan produk yang berbeda dari produk kebanyakan Cooper dan Kleinschimdt dalam Wijayanti, 2019. Produk-produk karya keramik ini merupakan perwujudan hasil riset. Semua karya-karya ini menerapkan ornamen wayang khas Bali yaitu style wayang Kamasan sebagai upaya memperoleh keindahan visual dari produk keramik tersebut. Penerapan ornamen dilakukan dengan teknik lukis menggunakan cat khusus keramik dan dimatangkan dengan teknik pembakaran dengan suhu mencapai 10000C. Proses pembakaran ini bertujuan supaya lapisan warna dalam bentuk gambar, kuat menempel pada badan keramik, tidak lepas oleh cuaca panas atau dingin dan tahan sepanjang tahun. Figur-figur gambar wayang yang digambarkan pada badan keramik tersebut diambil dari figur-figur yang berperan pada cerita Ramayana yang dipilih secara porposive. Figur-figur tersebut diantaranya Rama, Laksmana, Shinta, Rahwana, Sugriwa, Subali, dan Hanuman. Penggambaran figur pada badan keramik ada yang terkait dengan satu cerita ada juga yang tidak terkait. Visualisasi karya-karya keramik tersebut dapat dilihat seperti gambar berikut Gambar 2. Sangku Sugriwa Subali Sumber Dok I Wayan Mudra 2020. Gambar 3. Sangku Laksmana Sumber Dok I Wayan Mudra 2020. I W. Mudra, I G. M. Raharja, I W. Sukarya, Estetika Visual Kriya Keramik Berornamen Wayang Khas Bali. 58 Gambar 4. Rama Cylinder Sumber Dok I Wayan Mudra 2020. Gambar 5. Rama Vase Sumber Dok I Wayan Mudra 2020. Gambar 6. Sinta Vase Sumber Dok I Wayan Mudra 2020. Gambar 7. Rama Vase Sumber Dok I Wayan Mudra 2020. Gambar 8. Dragon Vase Sumber Dok I Wayan Mudra 2020 Gambar 9. Rama Vase 2 Sumber Dok I Wayan Mudra 2020. Gondang Jurnal Seni dan Budaya, 5 1 2021 53-63 59 Gambar 10. Laksmana Vase Sumber Dok I Wayan Mudra 2020. Gambar 11. Rama Jars Sumber Dok I Wayan Mudra 2020. Gambar 12. Laksmana Jars Sumber Dok I Wayan Mudra 2020. Gambar 13. Ram Rama With A Handle Sumber Dok I Wayan Mudra 2020. Pada pembahasan berikutnya adalah pembahasan estetika dari visual karya-karya keramik di atas dengan menggunakan tinjauan unsur-unsur kualita estetika yaitu kesatuan unity, keselarasan harmony, kesetangkupan symmetry, keseimbangan balance, dan perlawanan contrast yang dikemukakan oleh Dharsono dalam Surajiyo, 2016. Kesatuan adalah kohesi pokok, konsistensi, ketunggalan atau keutuhan, yang merupakan isi pokok dari komposisi. Jika diamati dari visual warna semua produk di atas semuanya saling berdekatan misalnya warna coklat muda, warna merah, warna biru, dan hijau, tidak ada tampilan warna yang terlalu dominan menguasai warna lainnya, sehingga unsur kesatuan dari warna terpunuhi dalam karya-karya di atas. Demikian juga jika diamati dari bentuk ornamen berupa gambar wayang dengan objek pada latar belakang juga menampilkan kesatuan. Garis-garis lengkung dengan ukuran panjang bervariasi pada objek utama I W. Mudra, I G. M. Raharja, I W. Sukarya, Estetika Visual Kriya Keramik Berornamen Wayang Khas Bali. 60 terulang pada objek latar belakang, tidak garis-garis yang kontras pada objek-objek tersebut. Dilihat dari unsur kesatuan ini karya-karya di atas penulis meyakini mampu menampilkan nilai estetika bagi penilianya. Keselarasan harmony adalah paduan unsur-unsur yang berbeda. Jika unsur-unsur estetika dipadu secara berdampingan maka akan timbul kombinasi tertentu dan timbul keserasian. Namun perlu diingat bahwa harmonis bukan berarti merupakan syarat untuk semua komposisi/susunan yang baik. Harmoni dapat juga dijelaskan sebagai suatu kesepakatan, suasana hati yang lega, dan menyenangkan dari kombinasi unsur dan prinsip yang berbeda, namun memiliki kesamaan dalam beberapa unsurnya. Visual ornamen yang berbeda dari karya-karya keramik di atas adalah bentuk-bentuk figur wayang yang berbeda yang ditampilkan pada satu karya, misalnya gambar 2 yaitu Sangku Sugriwa Subali berisi tiga figur wayang yaitu Sugriwa, Subali dan Hanoman, gambar 3 Sangku Laksmana terdiri dari empat figur, demikian seterusnya. Pada karya-karya di atas menampilkan 2 sampai 4 figur wayang pada setiap karya, dan pada beberapa figur tampil ulang dalam beberapa karya. Penulis mengamati keselarasan ini juga muncul dari perbedaan bentuk figur wayang tersebut. Demikian juga dilihat dari visualisasi warna yang berbeda-beda seperti warna merah, biru, hijau, dan coklat muda dan hitam terlihat padu. Hitam pada hiasan kepala wayang terlihat kontras dengan yang lainnya dalam beberapa karya tidak menjadi kontras jika dipahami bahwa hitam tersebut mewakili warna rambut dari tokoh wayang. Karena penempatan warna hitam pada bidang tersebut yang semestinya karena merupakan pakem dari warna wayang Kamasan. Pengamatan secara keseluruhan baik dari bentuk maupun pewarnaan karya-karya ini telah mampu menyampaikan suatu keharmonisan, muncul raya senang dan juga melegakan, walaupun pernyataan ini masih bisa diperdebatkan lebih jauh. Kesetangkupan symmetry menurut KBBI berarti sama besar ukurannya kedua belah bagiannya. Kalau dilihat karya-karya di atas menampilkan 2 sampai 4 objek figur wayang pada setiap karya ukurannya hampir sama walaupun bentuknya tidak sama, karena masing-masing mengikuti pola gerak yang berbeda-beda. Hal ini bisa diamati secara detail pada masing-masing karya di atas. Keseimbangan balance adalah keadaan atau kesamaan antara kekuatan yang saling berhadapan dan menimbulkan adanya kesan seimbang secara visual ataupun secara intentitas kekaryaan. Bobot visual suatu karya ditentukan oleh ukuran, wujud, warna, tekstur, dan kehadiran semua unsur dipertimbangkan dan memperhatikan keseimbangan. Ada dua keseimbangan yaitu keseimbangan formal dan keseimbangan informal. Visualisasi karya-karya di atas dilihat dari bentuk produk menampilkan keseimbangan formal. Semua bentuk karya di atas antara ruas kiri dan kanan sama. Sedangkan ornamen figur wayang menampilkan keseimbangan non formal. Figur-figur wayang yang ditampilkan pada setiap badan keramik tersebut tidak sama antara ruas kiri dan kanan namun masih tetap seimbang, sehingga tampilan visualnya memenuhi konsep keseimbangan non formal. Keseimbangan non formal pada karya keramik di atas memenuhi persayaratan asimetris ditinjau dari teori keseimbangan Jelantik Novitasari, 2018. Perlawanan contrast adalah merupakan paduan unsur-unsur yang berbeda tajam. Kontras merangsang minat, kontras menghidupkan desain, kontras merupakan bumbu komposisi dalam pecapaian bentuk, namun kontras yang berlebihan dapat merusak komposisi, ramai dan berserakan. Kalau diperhatikan karya-karya keramik di atas kontras dapat Gondang Jurnal Seni dan Budaya, 5 1 2021 53-63 61 dilihat dari bentuk masing-masing tokoh yang digambarkan pada badan keramik. Perbedaan tersebut merupakan perbedaan bentuk karena ketokohannya, misalnya figur Rama berbeda dengan figur Laksmana, Sinta, Sigriwa, Subali maupun Hanuman. Namun dari bentuk badan keramik kontras tidak terlalu kelihatan, bentuk dasarnya semuanya menampilkan bentuk silinder. Di samping itu pembahasan tentang estetika ini bisa ditinjau dari teori Monroe Beardsley yang menyatakan ada tiga ciri yang menjadi sifat-sifat membuat baik indah’ dari benda-benda estetis adalah kesatuan unity, kerumitan complexity, dan kesungguhan intensity The liang Gie dalam Surajiyo, 2016. Teori ini juga relevan dipakai untuk membedah estetika ornamen wayang Kamasan produk keramik di atas, karena produk kriya keramik di atas termasuk produk kriya yang dalam konsep perwujudannya memerlukan kerumitan untuk menampilkan keindahan. Kerumitan adalah salah satu tolok ukur suatu mutu karya desain Irawan, 2013, termasuk karya kriya keramik ini. Ulasan kesatuan dari karya ini sudah dijelaskan sebelumnya. Ornamen kriya keramik ini sebetulnya tidak menampilkan kerumitan yang terlalu tinggi, karena-pola ornamennya masih memperlihatkan ruang-ruang kosong yang perlu ditambahkan objek, sedangkan objek figur wayang beberapa bentuknya masih disederhanakan dari rujukan asli wayang Kamasan. Untuk melihat hal ini bisa membandingkan dengan contoh karya lukis wayang Kamasan gambar 2 di atas. Dilihat dari aspek ini keindahan belum bisa dimunculkan secara maksimal. Walaupun penilaian ini sangat mungkin berbeda dengan penilaian orang lain yang latar belakang pengalamannya juga berbeda. Kesungguhan dari karya-karya ini juga belum nampak dari bentuk figur-figur wayang Kamasan yang menjadi rujukan dalam menerapkan ornamen karya ini. Beberapa tokoh wayang yang digambarkan tidak sesuai rujukan misalnya tangan dibuat pendek, warna yang tidak sesuai dengan warna yang seharusnya. Namun kesungguhan itu baru nampak kalau dilihat dari kerapian garis-garis yang ditampilkan rapi, tidak lewat atau lebih. Pemberi ornamen terlihat sungguh-sungguh dalam penerapannya, karena ditunjang oleh kualitas keterampilan tangan yang baik. Sehingga berpengaruh terhadap kualitas tampilan karya yang bermuara pada kualitas keindahan yang dikandungnya. Penulis meyakini produk-produk kriya di atas dapat dipandang sebagai karya seni karena mampu menghadirkan kesenangan bagi penikmatnya, sesuai dengan pernyataan Harbert Read dalam bukunya The Meaning of Art 1959. Harbert Read menjelaskan bahwa seni merupakan usaha manusia dalam menciptakan karya seni yang bersifat menyenangkan berdasarkan kepekaan perasaan dan kemampuan dalam menyatukan berbagai unsur seni untuk menciptakan keharmonisan sebagai hasil akhir dari proses penciptaan karya seni Dharsono dalam Utari, 2020. Keyakinan ini muncul berdasarkan beberapa respon yang diberikan oleh orang-orang yang sempat mengapresiasi karya ini. Produk kriya apapun wujud, bentuk dan fungsinya pada dasarnya keindahan adalah bagian yang diupayakan oleh penciptanya yang harus hadir dalam karya tersebut. Maka dari itu untuk memperoleh penilaian estetika yang lebih tinggi pada karya-karya di atas harus diupayakan maksimal unsur-unsur kesatuan, keseimbangan, keselarasan, perlawanan, dan kerumitan. Di samping itu pengambilan unsur-unsur budaya lokal nusantara merupakan objek yang terus bisa digali dan dikembangkan pada pengembangan industri kreatif yang bernilai ekonomi dan pada tingkat hilirisasi juga mampu meningkatkan I W. Mudra, I G. M. Raharja, I W. Sukarya, Estetika Visual Kriya Keramik Berornamen Wayang Khas Bali. 62 kesejahteraan masyarakat penggiatnya. Pengambilan budaya lokal dalam pengembangan produk kriya juga merupakan pelestarian budaya lokal yang semestinya tanggungjawab bersama. Hal ini sesuai dengan UUD 1945 Pasal 32 ayat 1 yang menyatakan “Negara memajukan kebudayaan nasional Indonesia di tengah peradaban dunia dengan menjamin kebebasan masyarakat dalam menelihara dan mengembangkan nilai-nilai budayanya”. Hal ini meneguhkan bahwa bahawa pelestarian kebudayaan itu merupakan tanggungjawab bersama antara Negara dan masyarakat secara berkesinambungan Triwardani, 2014. SIMPULAN Pembahasan estetika visual karya-karya keramik yang berornamen wayang khas Bali di atas bersifat subjektif, maka dari itu sangat berpeluang untuk diperdebatkan dan didiskusikan untuk penyamaan peresepsi. Penilaian estetika merupakan penilaian kualitatif yang susah diukur dan penilaian tersebut sangat mungkin berbeda-beda bagi setiap orang, tergantung dari tingkat pengalaman seseorang dalam petualangannya pada bidang objek yang dinilai. Penulis menilai visual karya-karya keramik di atas sudah memenuhi nilai estetika jika ditinjau dari teori Dharosno, walaupun tingkat kualitasnya tidak terlalu tinggi, karena beberapa kreteria masih perlu ditingkatkan. Misalnya visual ornamen karya-karya tersebut belum menampilkan kerumitan yang tinggi, karena dalam produk kriya keindahan dapat dimunculkan melalui kerumitan yang cukup baik. Kerumitan yang tinggi, dan baik akan lebih mudah menampilkan kehindahan tersebut. Sedangkan unsur-unsur penunjang keindahan yang lainnya seperti kesatuan, kesetangkutan, keseimbangan, keselarasan dan perlawanan dari visualisasi wayang Kamasan tersebut cukup baik. UCAPAN TERIMAKASIH Penulis mengucapkan terimakasih kepada Kemenristekdikti melalui Direktorat Riset dan Pengabdian kepada Masyarakat DRPM yang telah mendanai perwujudan karya-karya keramik melalui skema hibah Penelitian Terapan 2020 yang mengangkat wayang Kamasan Bali sebagai salah satu kearifan lokal Bali. DAFTAR PUSTAKA Abadi, T. W. 2016. Aksiologi Antara Etika, Moral, dan Estetika. KANAL Jurnal Ilmu Komunikasi, 42, 187-204. Ahmad, T. A. 2016. Mengurai Makna Lukisan Kamasan Di Puri Klungkung. Indonesian Journal of Conservation, 51 58 Akbar, T., & Prastawa, W. 2019. Karakteristik Dan Implementasi Tanah Liat Di Lubuk Alung Sebagai Bahan Baku Pembuatan Keramik Hias. JADECS, 32, 67-73. Ekosiwi, E. K. 2017. Permasalahan Etis dalam Estetika dan Pendidikan Filsafat Seni. Jurnal Etika Respons, 2201 68. Irawan, B., & Tamara, P. 2013. Dasar-dasar desain. Griya Kreasi. Junaedi, D. 2016. Estetika, Jalinan Subjek, Objek, dan Nilai. Yogyakarta ArtCiv Mudana, I. W. 2016. Inovasi Bentuk Lukisan Wayang Kamasan. Mudra Jurnal Seni Budaya, 312; 200. Mudra, I. W. Raharja, I. G. M. & Sukarya, I. W. 2019. Motif Tradisi Wayang Khas Bali Pada Penciptaan Seni Keramik. Gorga Jurnal Seni Rupa, 82 320-326. Mudra, I. W., Remawa, A. A. G. R., & Wirawan, I. 2020. Wayang Kamasan Painting and Its Development in Bali’s Handicrafts. Cultura International Journal of Philosophy of Culture and Axiology, 171 139-157. Novitasari, D. 2018. Kajian Estetika Melalui Bentuk Keseimbangan Ilustrasi Durga Dengan Teknik Sablon Discharge Sederhana. Jurnal Bahasa Rupa, 12 73-80 Surajiyo, S. 2016. Keindahan Seni Dalam Perspektif Filsafat. Jurnal Desain, 203 157-168. Triwardani, R., & Rochayanti, C. 2014. Implementasi Kebijakan Desa Budaya dalam Upaya Pelestarian Budaya Lokal. Reformasi Jurnal Ilmiah Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, 42.. Utari, Ni Wayan. 2020, Kajian Estetika, Fungsi dan Makna Logo Om Ham Retreat Ubud. Thesis, Program Magister Program Pascasarjana, Institut Seni Indonesia Denpasar. Wijayanti, A. 2019. Souvenir Development Based onLocal Wisdom and Community Gondang Jurnal Seni dan Budaya, 5 1 2021 53-63 63 Participation in Puspo Ardhi Tourism Village. HOSPITALITY AND TOURISM, 22 48. Yuliawan, I. G. 2017. Penciptaan Tempat Lampu Keramik Dengan Ornamen Figur Wayang. Skripsi, Fakultas Seni Rupa dan Desain Institut Seni Indonesia Denpasar. ... e process of evaluating art has not changed much from the traditional process. e main reason is that art lovers submit art evaluation requests online and managers accept the requests online and assign successful requests to designated experts [23]. First of all, the administrative staff will formulate an artwork protection plan. ...Mian WangMobile edge computing is a very popular technology now. It was proposed to eliminate the problem of lack of global computing resources. This article aims to study the use of the latest mobile edge computing technology to study the mobile information system for appreciation, exchange, and management of the traditional ceramic industry. The whole article uses mobile edge computing technology. It enters the network using wireless methods and provides recent users with the required services and cloud computing functions, allowing users to easily query the information and data they want, plus mobile. The information system enables people to use mobile phones, tablets, and other mobile terminals to query information in the ceramic industry and perform functions such as appreciation, communication, and management. From 2016 to 2020, our country’s ceramic industry exports have increased from US$ billion to US$ billion. Traditional ceramics in our country have been loved by various industries at home and abroad. The number of employees in the ceramic industry has also increased to 5 million, an increase of 30% year-on-year. The ceramic industry is also very promising in the long term. I Wayan MudraAnak Agung GedeRai RemawaArba WirawanThe puppet arts in Bali can be found in the wayang Kamasan painting at Kamasan Village, Klungkung Regency. This painting inspired the creation and development of new handicraft in Bali. The objectives this research 1. To find the wayang Kamasan painting in Klungkung Regency; 2. To find the development of handicraft types in Bali inspired by wayang Kamasan painting. This research used a qualitative descriptive approach, and data collection by observation, interview, and documentation. The results that wayang Kamasan painting is estimated to have existed since the reign of the ancient Bali kingdom, which was during the reign of King Dalem Waturenggong in Semarapura Klungkung. The wayang Kamasan painting character painted on a canvas with a light brown base color, stiff, two-dimensional , and the description follows the applied standards. The figures depicted taken from Ramayana and Mahabharata story. The Balinese handicrafts inspired by wayang Kamasan painting include ceramics, wovens such as sokasi/keben basket made of woven bamboo, keris sheath, dulang trays, bokor bowls, guitars, beruk coconut shell containers, and others. The authors expect in the future the wayang Kamasan painting can survive, and emerges the world's concern for its preservation. I Wayan MudraI Gede Mugi RaharjaI Wayan SukaryaAbstrakPara pencipta karya keramik di Indonesia terlihat telah berusaha mengangkat muatan tradisi khas Indonesia untuk mengimbangi dominasi kuasa produk keramik image Cina yang ada di Indonesia. Wayang khas Bali adalah salah satu motif tradisi yang sering dipilih dalam menciptakan karya-karya kriya keramik ini. Penulisan atikel ini bertujuan untuk membahas penciptaan karya-karya keramik yang terinspirasi dari motif wayang khas Bali. Penelitian ini memfokuskan bahasan pada jenis-jenis karya yang diwujudkan, teknik pembentukan, teknik penerapan ornamen, tokoh-tokoh wayang khas Bali yang divisualkan dan kualitas garapan dari karya-karya tersebut. Metode pengumpulan data dilakukan dengan observasi dan dokumentasi, analisis data dilakukan dengan deskriptif kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa karya-karya yang diwujudkan pada penciptaan keramik ini jenisnya terdiri dari guci dalam berbagai variasi dan ukuran, tempat lampu, dan dalam bentuk lukisan. Teknik pembentukan karya dikerjakan dengan teknik putar dan slab, dan penerapan ornamen dikerjakan dengan teknik lukis, ukir, dan toreh. Tokoh-tokoh wayang yang dominan dipilih dalam penciptaan ini, diambil dari seri ceritera Ramayana maupun Mahabrata, misalnya tokoh Rama, Sinta, Laksmana, Anoman, Bima, dan Arjuna. Kualitas garapan karya masing-masing pencipta cukup baik. Hal ini bisa dilihat dari kerapian garapan dan kerumitan bentuk ornamen. Simpulan yang dapat disampaikan bahwa karya-karya keramik hasil ciptaan ini mampu menjadi pembeda ditengah maraknya keramik bernuansa Cina di Kunci ornamen; wayang; penciptaan; seni; ceramic creators in Indonesia seems to have tried to lift the content of the typical Indonesian tradition to offset the power dominance of the Chinese image ceramic products in Indonesia. The Balinese puppets were one of the traditional motifs often chosen to creating these ceramics crafts. The article writing aims discussed the ceramic work's creation inspired by Balinese puppet motifs. This research focused on the types of works that are realized, the formation techniques, the applying ornaments techniques, the character figures that visualized and the quality of the works. The data collection method was done by observation and documentation, data analysis done with qualitative descriptive. The results showed that the ceramic works embodied consisted of jars in various variations and sizes, places of lights, and in the form of paintings. The technique forming work is done with swivel and slab techniques, and the ornaments application was done by painting, carving, and incising techniques. The dominant puppet characters chosen in this creation were taken from the Ramayana and Mahabharata stories, for example, the characters Rama, Sinta, Laksmana, Anoman, Bima, and Arjuna. The work quality of each creator was quite good. This can be seen from the neatness of the claim and the form complexity of the ornaments. The conclusions that can be conveyed were that the ceramics produced were able to make a difference in the midst of the rise of Chinese nuanced ceramics in ornaments; puppet; creation; art; NovitasariThis study purpose is to analyze esthetic characters on Durga illustration with simple discharge screen printing technique. As many people know, Durga visualization is more identically spooky impression. Durga illustration used as reference or as an object on simple discharge screen printing technique, which is a type of screen print that removes the basic color of the fabric with chlorine material as a mixture of ink, produce a distinctive color effect and different from the usual screen printing techniques. This study will focus on the form balance and aesthetic characteristics or properties such as complexity, it becomes interesting to study. Furthermore in this writing using qualitative descriptive method in order to get a systematic, factual, and accurate overview of aesthetics through the balance form of Durga illustration with a simple discharge screening WijayantiDesa wisata Puspo Ardhi merupakan desa wisata yang sedang berkembang dan berlokasi strategis yakni di kawasan wisata Kulonprogo. Permasalahan yang cukup mendasar dan belum teratasi yakni ketersediaan souvenir bagi wisatawan. Souvenir sangat dibutuhkan bagi desa wisata Puspo Ardhi sebagai daya tarik wisata, media promosi, serta meningkatkan perekonomian masyarakat setempat. Metode penelitian yang digunakan yakni deskriptif kualitatif, melalui observasi langsung di desa wisata Puspo Ardhi. Data diperoleh dari berbagai informan kunci diantaranya perangkat desa, pengelola desa wisata, dan masyarakat lokal. Hasil penelitian berupa identifikasi potensi sumber daya alam yang bisa digunakan sebagai bahan dasar pembuatan souvenir. Sumber daya alam yang melimpah di desa wisata Puspo Ardhi yakni tanaman bambu, tanaham herbal, ketela, dan kacang koro yang banyak tumbuh di desa wisata Puspo Ardhi. Penelitian ini menguraikan upaya pengembangan souvenir menggunakan sumber daya lokal dengan metode pendekatan partisipatif. Pengembangan souvenir berbahan dasar lokal mempunyai beberapa tujuan, yakni meningkatkan nilai ekonomis sumber daya lokal, memberikan peluang usaha bagi masyarakat setempat, serta meningkatkan pendapatan Makna Lukisan Kamasan Di Puri KlungkungT A AhmadAhmad, T. A. 2016. Mengurai Makna Lukisan Kamasan Di Puri Klungkung. Indonesian Journal of Conservation, 51 58T AkbarW PrastawaAkbar, T., & Prastawa, W. 2019. Karakteristik Dan Implementasi Tanah Liat Di Lubuk Alung Sebagai Bahan Baku Pembuatan Keramik Hias. JADECS, 32, Etis dalam Estetika dan Pendidikan Filsafat SeniE K EkosiwiEkosiwi, E. K. 2017. Permasalahan Etis dalam Estetika dan Pendidikan Filsafat Seni. Jurnal Etika Respons, 2201 Bentuk Lukisan Wayang KamasanD JunaediJalinan EstetikaSubjekDan ObjekNilaiJunaedi, D. 2016. Estetika, Jalinan Subjek, Objek, dan Nilai. Yogyakarta ArtCiv Mudana, I. W. 2016. Inovasi Bentuk Lukisan Wayang Kamasan. Mudra Jurnal Seni Budaya, 312; Seni Dalam Perspektif FilsafatS SurajiyoSurajiyo, S. 2016. Keindahan Seni Dalam Perspektif Filsafat. Jurnal Desain, 203 Estetika, Fungsi dan Makna Logo Om Ham Retreat Ubud. Thesis, Program Magister Program PascasarjanaNi UtariWayanUtari, Ni Wayan. 2020, Kajian Estetika, Fungsi dan Makna Logo Om Ham Retreat Ubud. Thesis, Program Magister Program Pascasarjana, Institut Seni Indonesia Denpasar. AbstrakPara pencipta karya keramik di Indonesia terlihat telah berusaha mengangkat muatan tradisi khas Indonesia untuk mengimbangi dominasi kuasa produk keramik image Cina yang ada di Indonesia. Wayang khas Bali adalah salah satu motif tradisi yang sering dipilih dalam menciptakan karya-karya kriya keramik ini. Penulisan atikel ini bertujuan untuk membahas penciptaan karya-karya keramik yang terinspirasi dari motif wayang khas Bali. Penelitian ini memfokuskan bahasan pada jenis-jenis karya yang diwujudkan, teknik pembentukan, teknik penerapan ornamen, tokoh-tokoh wayang khas Bali yang divisualkan dan kualitas garapan dari karya-karya tersebut. Metode pengumpulan data dilakukan dengan observasi dan dokumentasi, analisis data dilakukan dengan deskriptif kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa karya-karya yang diwujudkan pada penciptaan keramik ini jenisnya terdiri dari guci dalam berbagai variasi dan ukuran, tempat lampu, dan dalam bentuk lukisan. Teknik pembentukan karya dikerjakan dengan teknik putar dan slab, dan penerapan ornamen dikerjakan dengan teknik lukis, ukir, dan toreh. Tokoh-tokoh wayang yang dominan dipilih dalam penciptaan ini, diambil dari seri ceritera Ramayana maupun Mahabrata, misalnya tokoh Rama, Sinta, Laksmana, Anoman, Bima, dan Arjuna. Kualitas garapan karya masing-masing pencipta cukup baik. Hal ini bisa dilihat dari kerapian garapan dan kerumitan bentuk ornamen. Simpulan yang dapat disampaikan bahwa karya-karya keramik hasil ciptaan ini mampu menjadi pembeda ditengah maraknya keramik bernuansa Cina di Kunci ornamen; wayang; penciptaan; seni; ceramic creators in Indonesia seems to have tried to lift the content of the typical Indonesian tradition to offset the power dominance of the Chinese image ceramic products in Indonesia. The Balinese puppets were one of the traditional motifs often chosen to creating these ceramics crafts. The article writing aims discussed the ceramic work's creation inspired by Balinese puppet motifs. This research focused on the types of works that are realized, the formation techniques, the applying ornaments techniques, the character figures that visualized and the quality of the works. The data collection method was done by observation and documentation, data analysis done with qualitative descriptive. The results showed that the ceramic works embodied consisted of jars in various variations and sizes, places of lights, and in the form of paintings. The technique forming work is done with swivel and slab techniques, and the ornaments application was done by painting, carving, and incising techniques. The dominant puppet characters chosen in this creation were taken from the Ramayana and Mahabharata stories, for example, the characters Rama, Sinta, Laksmana, Anoman, Bima, and Arjuna. The work quality of each creator was quite good. This can be seen from the neatness of the claim and the form complexity of the ornaments. The conclusions that can be conveyed were that the ceramics produced were able to make a difference in the midst of the rise of Chinese nuanced ceramics in ornaments; puppet; creation; art; ceramic. Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for free Gorga Jurnal Seni Rupa Volume 08 Nomor 02 Juli-Desember 2019 p-ISSN 2301-5942 e-ISSN 2580-2380 Disubmit 13 September 2019, direview 19 September 2019, dipublish 13 Oktober 2019. MOTIF TRADISI WAYANG KHAS BALI PADA PENCIPTAAN SENI KERAMIK I Wayan Mudra1*, I Gede Mugi Raharja2* , I Wayan Sukarya3* Program Studi Kriya, Program Studi Desain Interior, dan Program Studi Seni Murni Fakultas Seni Rupa dan Desain Institut Seni Indonesia Denpasar Jl. Nusa Indah, Sumerta, Kota Denpasar, Kode Pos 80235 Bali. Indonesia Email wayanmudra Abstrak Para pencipta karya keramik di Indonesia terlihat telah berusaha mengangkat muatan tradisi khas Indonesia untuk mengimbangi dominasi kuasa produk keramik image Cina yang ada di Indonesia. Wayang khas Bali adalah salah satu motif tradisi yang sering dipilih dalam menciptakan karya-karya kriya keramik ini. Penulisan atikel ini bertujuan untuk membahas penciptaan karya-karya keramik yang terinspirasi dari motif wayang khas Bali. Penelitian ini memfokuskan bahasan pada jenis-jenis karya yang diwujudkan, teknik pembentukan, teknik penerapan ornamen, tokoh-tokoh wayang khas Bali yang divisualkan dan kualitas garapan dari karya-karya tersebut. Metode pengumpulan data dilakukan dengan observasi dan dokumentasi, analisis data dilakukan dengan deskriptif kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa karya-karya yang diwujudkan pada penciptaan keramik ini jenisnya terdiri dari guci dalam berbagai variasi dan ukuran, tempat lampu, dan dalam bentuk lukisan. Teknik pembentukan karya dikerjakan dengan teknik putar dan slab, dan penerapan ornamen dikerjakan dengan teknik lukis, ukir, dan toreh. Tokoh-tokoh wayang yang dominan dipilih dalam penciptaan ini, diambil dari seri ceritera Ramayana maupun Mahabrata, misalnya tokoh Rama, Sinta, Laksmana, Anoman, Bima, dan Arjuna. Kualitas garapan karya masing-masing pencipta cukup baik. Hal ini bisa dilihat dari kerapian garapan dan kerumitan bentuk ornamen. Simpulan yang dapat disampaikan bahwa karya-karya keramik hasil ciptaan ini mampu menjadi pembeda ditengah maraknya keramik bernuansa Cina di Indonesia. Kata Kunci ornamen; wayang; penciptaan; seni; keramik. Abstract The ceramic creators in Indonesia seems to have tried to lift the content of the typical Indonesian tradition to offset the power dominance of the Chinese image ceramic products in Indonesia. The Balinese puppets were one of the traditional motifs often chosen to creating these ceramics crafts. The article writing aims discussed the ceramic work's creation inspired by Balinese puppet motifs. This research focused on the types of works that are realized, the formation techniques, the applying ornaments techniques, the character figures that visualized and the quality of the works. The data collection method was done by observation and documentation, data analysis done with qualitative descriptive. The results showed that the ceramic works embodied consisted of jars in various variations and sizes, places of lights, and in the form of paintings. The technique forming work is done with swivel and slab techniques, and the ornaments application was done by painting, carving, and incising techniques. The dominant puppet characters chosen in this creation were taken from the Ramayana and Mahabharata stories, for example, the characters Rama, Sinta, Laksmana, Anoman, Bima, and Arjuna. The work quality of each creator was quite good. This can be seen from the neatness of the claim and the form complexity of the ornaments. The conclusions that can be conveyed were that the ceramics produced were able to make a difference in the midst of the rise of Chinese nuanced ceramics in Indonesia. Keywords ornaments; puppet; creation; art; ceramic. PENDAHULUAN Kehadiran karya keramik ada yang berfungsi pakai, ada yang berfungsi hias untuk memperindah ruangan dan ada yang berfungsi pakai dan hias. Keramik juga dapat dipandang sebagai karya seni berupa dua dimensi atau tiga dimensi Susanto dalam Isnaini, 2016137. Demikian juga karya keramik dapat dipahami sebagai karya untuk menyampaikan ekspresi seni, sehingga ada sebutan keramik seni dan seni keramik yang pada akhirnya keduanya bernilai ekonomi. Para era globalisasi saat ini pembuatan benda-benda keramik oleh perajin di Indonesia telah banyak Gorga Jurnal Seni Rupa Volume 08 Nomor 02 Juli-Desember 2019 p-ISSN 2301-5942 e-ISSN 2580-2380 Disubmit 13 September 2019, direview 19 September 2019, dipublish 13 Oktober 2019. dipengaruhi oleh kebutuhan pasar, sehingga jati diri yang menjadi tradisi produk kerajinan sebelumnya makin lama makin tenggelam dan bergeser kebentuk-bentuk inovatif yang mengabdi pada kebutuhan pasar. Pasar memiliki kuasa besar dalam mengubah haluan perajin dalam menghasilkan karya. Akhirnya muncullah produk-produk kriya yang menekankan komsumsi, ekonomi dan individual yang terlepas dari muatan tradisi sebelumnya. Muatan tradisi sebelumnya sering dianggap mengekang kebebasan berinovasi, sehingga harus ditinggalkan demi mengabdi pada kebutuhan pasar. Pada era global ini manusia diyakini lemah dalam menghargai tradisi dan mudah meninggalkan tradisi, karena dianggap tidak sesuai zamannya Mudra, dkk, 2019184. Terkait dengan hal di atas Martono mencontohkan produk-produk kriya keramik Kasongan telah dipengaruhi oleh barat, karena pasarnya yang produktif datang dari Eropa. Bentuk-bentuk kriya keramik khas Kasongan yang sebelumnya ada seperti kuda beban, naga, dan bentuk desain lainnya, semakin sulit ditemukan di sentra perajin. Demikian juga jenis produk kriya lainnya di daerah-daerah di Indonesia seperti kuningan di Juwana Pati, kriya logam Mojokerto, Boyolali dan sebagainya Martono, 201023. Pencipta kriya yang khusus menekuni kriya keramik dalam berkarya kecendrungannya mengarah ke kriya keramik seni. Mereka para kriyawan Indonesia ini dalam berkarya melakukan inovasi yaitu dengan mengangkat unsur-unsur muatan lokal yang ada di suatu daerah. Seniman keramik Indonesia seperti F Widiyanto, Suhaemi, Hildawati, Legganu dan Hendrawan, beberapa diantaranya banyak yang mengangkat identitas lokal Indonesia. F. Widayanto adalah satu seniman yang lahir di Jakarta 1953, menekuni pembuatan keramik sering menampilkan karya bernuansa khas Indonesia. Karya-karya keramik F. Widayanto yaitu Loro Blonyo, Ganesha-Ganeshi, Drupadi, Semar, dan lain-lain. Namun seniman-seniman keramik tersebut masih jarang yang mengangkat motif wayang Indonesia khususnya wayang khas Bali sebagai ide penciptaan dalam berkarya. Tujuan penulisan ini adalah untuk mengkaji jenis-jenis karya yang diwujudkan, teknik pembentukan, teknik penerapan ornamen, tokoh-tokoh wayang khas Bali yang divisualkan dan kualitas garapan dari karya-karya tersebut. KAJIAN TEORI Kesenian wayang di Indonesia dapat dijumpai dalam bentuk wayang kulit yang dapat dijadikan sumber inspirasi untuk berkarya. Wayang kulit adalah satu di antara budaya seni Indonesia yang beragam dan diyakini sebagai kebudayaan asli Indonesia. Penyelidikan Profesor Kern dan Brandes menunjukkan, bahwa wayang diperkaya dan dibesarkan oleh kebudayaan Hindu. Akan tetapi, wayang yang ada di Indonesia tidak terpaku pada epos India, karena sudah disesuaikan dengan kebudayaan Indonesia Mulyono, 1978 9. Wayang kulit yang dipentaskan maupun yang diwujudkan dalam karya seni rupa di Indonesia memiliki motif bentuk yang berbeda-beda bagi setiap daerah dan tidak semua daerah memiliki tradisi menekuni kesenian wayang. Di daerah Bali, pertunjukan wayang sudah ada sejak abad ke-9. Hal ini dapat diketahui dari Prasasti Bebetin, yang menjelaskan bahwa di Bali sudah ada pertunjukan wayang pada masa pemerintahan Raja Ugrasena, Tahun Saka 818 atau 896 Masehi Tim Penyusun, 1974/1975 23. Goslings dalam Arthanegara, 1977 3 bahkan menyatakan, bahwa wayang Bali lebih tua dari pada wayang Jawa, karena bentuk relif wayang pada Candi Jago abad ke-13 di Desa Tumpang dekat Malang, mirip bentuknya dengan wayang Bali. Sedangkan pada bangunan-bangunan kuno di Jawa tidak ditemukan relief bermotif wayang Jawa. Pada saat Raja Gelgel, Dalem Ketut Semara Kepakisan, diundang muntuk menghadiri Upacara Crada di Kerajaan Majapahit pada 1362, diberi hadiah sekotak wayang waktu pulang ke Bali Kanta, 1977/ 1978 10. Demikian pula pada masa pemerintahan Dalem Waturenggong, Raja Majapahit juga memberi hadiah sekotak wayang Arthanegara, dkk, 1980/1981 11. Berdasarkan bukti-bukti yang ada, maka wayang telah diakui oleh Organisasi Pendidikan, Keilmuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa UNESCO 7 November 2003, sebagai pertunjukkan bayangan boneka tersohor milik Indonesia, warisan mahakarya dunia yang tak ternilai dalam seni bertutur Masterpiece of Oral and Intangible Heritage of Humanity Nurgiyantoro, 20117. Wayang memiliki nilai yang tinggi bagi kehidupan manusia sehingga diakui sebagai karya yang agung. Demikian juga tokoh-tokoh dan ceritera wayang sarat dengan nilai-nilai kehidupan manusia yang perlu diteladani dan dihindari. Maka dari itu sangatlah tepat diterapkan dalam penciptaan sebuah karya seni untuk bisa menyampaikan karakter kehidupan kepada masyarakat luas, seperti yang dilakukan dalam penciptaan karya-karya seni keramik. Gorga Jurnal Seni Rupa Volume 08 Nomor 02 Juli-Desember 2019 p-ISSN 2301-5942 e-ISSN 2580-2380 Disubmit 13 September 2019, direview 19 September 2019, dipublish 13 Oktober 2019. METODE PENELITIAN Tulisan ini merupakan hasil penelitian yang dilakukan dengan metode deskriptif kualitatif. Penelitian ini termasuk penelitian sampel, pengambilan data dilakukan di Kota Denpasar, khususnya pada Perguruan Tinggi Institut Seni Indonesia Denpasar. Pengumpulan data dilakukan dengan teknik observasi dan dokumentasi, serta penentuan sumber data dengan proposive sampling yaitu sesuai dengan tujuan peneliti. Analisis data menggunakan metode hermeneutik, yaitu menginterpretasi teks atau subjek penelitian yaitu visual karya-karya keramik yang terinspirasi dari motif wayang khas Bali. dalam karya-karyanya. HASIL DAN PEMBAHASAN Beberapa pencipta kriya keramik yang telah menerapkan wayang motif khas Bali dalam penciptaan kriya keramik adalah I Wayan Mudra dan I Gede Yuliawan. Kedua pencipta ini adalah pencipta dari kalangan akademik yaitu Program Studi Kriya Fakultas Seni Rupa dan Desain Institut Seni Indonesia Denpasar. Mudra menciptakan beberapa karya keramik yang terinspirasi dari motif wayang khas Bali telah dilakukan mulai tahun 2018 sampai tahun 2019. Penciptaan ini merupakan realisasi dari Penelitian Penciptaan dan Penyajian Seni P3S dari Kemenristekdikti Republik Indonesia yang didanai 2018 dan 2019. Perwujudan karya ini melibatkan dua mitra, yaitu Tri Surya Keramik untuk proses pembentukan badan keramik dan proses pembakaran, dan untuk penerapan dekorasi dengan teknik lukis melibatkan mitra I Wayan Roky. Karya-karya yang diwujudkan oleh Mudra terdiri dari guci dan sangku yang divariasikan dalam beberapa bentuk dan ukuran. Motif wayang khas Bali diterapkan pada karya keramik dengan teknik lukis. Ide-ide penciptaan karya-karya yang diwujudkan terinspirasi dari bentuk gerabah Lombok, gerabah Yogyakarta yang dipasarkan di Bali yang banyak diperdagangkan di Desa Kapal Kecamatan Mengwi Kabupaten Badung Bali. Sedangkan penciptaan produk lainnya terinspirasi dari bentuk benda yang disebut sangku. Sangku dalam keseharian masyarakat Bali digunakan sebagai tempat air suci tirta pada saat melaksanaan upacara keagamaan. Selain di Bali, sangkau juga diduga masih digunakan sebagai perangkat upacara di daerah Tengger dan umumnya terbuat dari bahan logam. Sangku di daerah Tengger disebut prasen Atika, 2017. Keramik ciptaan Mudra ini dibentuk dengan teknik putar elektrick wheel dan tiga kali proses tahapan pembakaran yaitu pertama tahapan pembakaran bisquit, kedua tahap pembakaran glasir dan ketiga tahap pembakaran ornamen. Penerapan ornamen pada karya ini dilakukan dengan teknik lukis pada permukaan badan keramik. Objek ornamen yang dipilih adalah tokoh-tokoh motif wayang khas Bali dari ceritera Ramayana yang masih terkait dalam satu cerita singkat. Adegan cerita pewayangan tersebut berusaha menampilkan cerita yang memiliki nilai-nilai kebaikan dan toleransi. Satu dari beberapa karya Mudra berjudul “Guci Sugriwa Subali” seperti terlihat pada gambar 1 di bawah, berbentuk silinder berukuran tinggi 70 cm dan garis tengah badan 45 cm. Karya ini dibuat dengan teknik putar dalam tiga kali sambungan, artinya pembuatan badan keramik ini terdiri dari 3 tahapan. Tahapan pertama membuat badan keramik bagian bawah yang sering disebut bagian pantat, tahap kedua membentuk badan keramik bagaian tengah dan ketiga membentuk badan keramik bagian kepala. Kemudian dalam keadaan masih plastis bagian-bagian badan keramik tersebut disambung membentuk satu badan keramik yang utuh, terakhir dibentuk bagian tutup. Secara keseluruhan proses pembentukan badan keramik ini terdiri dari empat tahapan. Setelah proses pembentukan selesai dilanjutkan dengan proses pembakaran bisquit atau proses pembakaran pertama, kemudian proses pembakaran glasir transparan. Tahapan selanjutnya adalah proses penerapan ornamen motif wayang khas Bali yaitu style wayang Kamasan. Penerapan ornamen ini dilakukan dengan teknik lukis. Proses terakhir dari perwujudan keramik ini adalah proses pembakaran ornamen dengan suhu mencapai 1000oC. Pada karya “Guci Sugriwa Subali” ini diterapkan ornamen tokoh wayang bernama Sugriwa, Subali dan Rama. Tokoh Sugriwa dan Subali yang kakak beradik ini sesuai kisahnya digambarkan sedang perang antar saudara, berlangsung dengan sengit dan tidak ada yang mau mengalah. Kedua tokoh digambarkan pada beberapa sisi badan keramik yang dibagi menjadi dua bagian yaitu bagian atas dan bawah. Tokoh Rama kemudian mengakhiri pertarungan tersebut dengan memanah Subali hingga tewas. I Gede Yuliawan, seorang pencipta keramik seni dalam berkarya juga terinpirasi dari motif wayang khas Bali yang diwujudkan dalam bentuk karya-karya tempat lampu. Bentuk-bentuk karya Yuliawan terdiri Gorga Jurnal Seni Rupa Volume 08 Nomor 02 Juli-Desember 2019 p-ISSN 2301-5942 e-ISSN 2580-2380 Disubmit 13 September 2019, direview 19 September 2019, dipublish 13 Oktober 2019. dari beberapa desain tempat lampu diberi judul sesuai dengan figure wayang yang divisualkan pada karya-karyanya, misalnya Tempat Lampu Hanoman dan Rahwana, Tempat Lampu Rama dan Laksmana, Tempat Lampu Rama Dan Sita, Tempat Lampu Sugriwa dan Subali, Tempat Lampu Jetayu, Tempat Lampu Anggada dan Hanoman, Tempat Lampu Hanoman, Tempat Lampu Rahwana, Tempat Lampu Anggada dan Subali, dan Tempat Lampu Rama Memanah Kijang. Beberapa karya Yuliawan dibentuk dengan teknik putar dan beberapa karya lainnya dibentuk dengan teknik cetak. Ornamen motif wayang khas Bali diterapkan dengan teknik tempel, ukir, dan toreh, sedangkan proses finishing dilakukan dengan pengglasiran pada badan keramik sebagai latar belakang dan pemberian warna non glasir pada objek wayang. Karya-karya tempat lampu ciptaan Yuliawan dilengkapi dengan penutup atas terbuat dari kain diberi ornamen motif wayang Kamasan. Penerapan ornamen motif wayang pada penutup tempat lampu ini bertujuan untuk membuat keselarasan ornamen antara bodi keramik dengan kap lampunya. Gambar 2 karya “Tempat Lampu Hanoman dan Rahwana” di bawah, didekorasi menggunakan teknik toreh dan ukir, pewarnaan menggunakan glasir warna ivory sebagai warna dasar pada badan tempat lampu, Sedangkan warna figur tokoh Hanoman dan Rahwana menggunakan cat warna sintetis diterapkan dengan teknik sigar. Pada bagian bawah badan tempat lampu ini dikombinasikan dengan kayu yang bentuknya disesuaikan dengan badan keramik yang berfungsi sebagai dudukan dan tempat memasang kabel lampu. Karya Yuliawan lainnya gambar 3 di bawah berjudul “Tempat Lampu Rama Sinta”, memvisualkan tokoh Rama dan Sita dalam cerita Ramayana. Badan keramik tempat lampu ini dibuat berbentuk kotak yang mengecil pada bagian atas, dan dibuat dengan teknik slab. Penerapan ornamen figur wayang dikerjakan dengan teknik toreh dan ukir. Badan keramik tempat lampu ini diglasir berwarna hitam dan pada bagian ornamen difinishing dengan cat minyak keramik dengan teknik sigar. Pada karya ini juga ditambahkan alas dari bahan kayu pada bagian bawah karya, bentuknya disesuaikan dengan bentuk persegi badan keramik bagian bawah. Pada karya ini digambarkan saat pengasingan Rama, Sita, dan Laksmana di hutan. Saat itu seekor kijang berbulu keemasan berjalan mendekati Sita, dan Sita mencoba menangkapnya tetapi gagal dan kijangpun lari. Sita meminta Rama menangkap kijang, akhirnya Sita tinggal sendiri di tempat karena ditinggal Rama menangkap kijang yang lari. Laskmana juga ikut membantu Rama menangkap kijang. Pada saat Sita ditinggal oleh Rama dan Laksmana, saat itu Sita diculik Rahwana dan dibawa ke Alengka, Sudjarwo, dkk, 2010 346-368. Karya keramik lain yang terinpirasi dari motif wayang khas Bali adalah karya hiasan dinding yang terdiri dari sembelan bentuk tegel, kemudian dibingkai seperti karya lukisan terlihat pada gambar 4 di bawah. Karya ini merupakan koleksi Balai Teknologi Industri Kreatif Keramik BTIKK Bali. Tokoh wayang yang diangkat sebagai objek utama pada karya ini adalah Sita dan seorang Resi, dibuat dengan teknik tempel dan ukiran tipis sehingga menyerupai pandil. Pada karya ini juga digambarkan objek pohon besar yang diposisikan pada sisi bagian kiri dan kanan. Motif daun pohon dibuat dengan motif yang berbeda untuk memunculkan keragaman bentuk pada latar belakang karya. Sedangkan pada bagian bawah objek karya divisualkan tanaman-tanaman kecil dan bentuk-bentuk bebatuan yang digambarkan lingkaran-lingkaran dalam bentuk kekarangan. Karya ini menampilkan kerapian dan kerumitan yang cukup tinggi dan penerapan warna lembut dengan teknik lukis. Gambar 1. Guci Subali Sugriwa. Sumber Mudra, 2018 Gorga Jurnal Seni Rupa Volume 08 Nomor 02 Juli-Desember 2019 p-ISSN 2301-5942 e-ISSN 2580-2380 Disubmit 13 September 2019, direview 19 September 2019, dipublish 13 Oktober 2019. Gambar 2. Tempat Lampu Hanoman dan Rahwana. Sumber Yuliawan, 2015 Gambar 3. Tempat Lampu Rama dan Sinta. Sumber Yuliawan, 2015 Gambar 4. Hiasan Dinding Keramik Ornamen Sinta dan Pendeta. Sumber BTIKK Bali, - Penciptaan karya-karya Mudra ini lebih cendrung menghadirkan fungsi hias dibandingkan fungsi praktisnya atau nilai gunanya. Fungsi hias yang dimaksud adalah nilai-nilai keindahan dan kerumitan dalam perwujudannya dibandingkan nilai fungsi dari karya tersebut. Penilaian tersebut diperoleh jika mengacu kepada pendapat Husen Hindrayana 20186 yang mengelompokkan karya seni kriya menjadi tiga yaitu karya seni yang cendrung menghadirkan nilai keindahan, kualitas teknik pengerjaan dan fungsi. Ornamen motif wayang khas Bali yang dibuat dengan kerumitan yang cukup tinggi memang dihadirkan untuk memunculkan nilai keindahan. Ornamen motif wayang khas Bali yang ditampilkan berusaha divisualkan semaksimal mungkin memiliki motif karakter Bali yang sering dikenal sebagai lukisan wayang gaya Kamasan. Lukisan wayang gaya Kamasan ini telah menjadi acuan dalam menggambar wayang dan menghasilkan berbagai produk kriya di Bali. Lukisan wayang Kamasan adalah lukisan tradisi yang berkembang di Desa Kamasan Kabupaten Klungkung Bali, memiliki identitas yang sangat khas dan unik, terikat oleh pakem, nilai, norma, dan ketentuan yang bersifat mengikat dan baku Mudana, 2017. Dengan demikian penciptaan karya keramik ini memiliki tujuan untuk menampilkan keindahan bentuk yang khas melalui ornamen wayang Kamasan yang divisualkan pada badan keramik dengan penerapan teknik lukis. Tokoh Subali dan Sugriwa pada guci karya Mudra di atas, dalam episode Ramayana sering muncul pada lakon Guwarsa Guwarsi, atau lakon Sugriwa Subali, atau sering disebut dengan lakon Cupu Manik Astagina. Lakon tersebut cukup popular di kalangan penggemar wayang kulit. Subali dalam cerita pewayangan digambarkan sebagai tokoh yang memiliki watak keras, pemarah, temperamen, tanpa berfikir panjang dalam memutuskan segala sesuatu. Serat Pedalangan Ringgit Purwa Mangkunegara VII 74 menulis pada adegan ketika Subali terkurung di dalam gua tanpa berfikir panjang Sugriwa menutup goa tersebut. Subali beranggapan Sugriwa sengaja menutup pintu gua untuk mendapatkan Dewi Tara. Pada cerita lain penutupan goa dimaksudkan sebagai upaya Sugriwa menepati pesan Subali jika terjadi darah putih keluar supaya lobang goanya ditutup. Namun hal tersebut tidak dipercaya Subali dan menuduh Sugriwa berbuat curang sehingga pertempuran antar saudara ini tidak bisa dihindari. Penerapan objek ornamen wayang pada karya Yuliawan dapat dikatakan sebagai karya relief, di Bali sering disebut sebagai karya pandil. Pada karya-karya ini objek wayang dibuat lebih menonjol dari pada badan keramik, sehingga tampilan figure wayang terlihat lebih jelas dan diperkuat dengan penerapan warna. Penonjolan yang dimaksud adalah ketebalan ornamen beberapa melimeter sebagai akibat proses Gorga Jurnal Seni Rupa Volume 08 Nomor 02 Juli-Desember 2019 p-ISSN 2301-5942 e-ISSN 2580-2380 Disubmit 13 September 2019, direview 19 September 2019, dipublish 13 Oktober 2019. perwujudan yang dilakukan dengan teknik tempel, kemudian dibuat detail dengan teknik ukir sesuai figure yang digambarkan. Ketebalan relief pada karya-karya ini dapat dikatakan sebagai katagori relief rendah low relief. Alamsyah 201839 menjelaskan relief rendah adalah relief yang kedalamannya kurang dari setengah dari objek yang digambarkan. Relief lazim dikenal sebagai seni pahat tiga dimensi, umumnya dibuat di atas media batu atau media lainnya yang memiliki nilai sejarah kuno seperti bangunan kuil, candi, monumen dan bangunan lainnya. Beberapa karya Yuliawan menampilkan warna objek wayang yang kontras dengan latar belakang, sehingga visualisasi motif wayang menjadi sangat jelas dan kontras. Warna-warna gelap sering diambil sebagai latar belakang penciptaan karya ini untuk menampilkan kesan objek wayang lebih dominan. Latar belakang gelap membuat penonjolan objek wayang semakin jelas. Penerapan warna pada objek wayang pada karya-karya Yuliawan tidak terlihat merujuk pada referensi warna wayang khas Bali seperti warna style wayang Kamasan, namun menerapkan warna sesuai keinginan penciptanya. Cat yang digunakan untuk mewarnai karya ini merupakan warna khusus untuk melukis karya keramik buatan pabrik yang dapat dibeli di toko-toko penjual cat warna. Berbeda dengan bahan pewarna lukisan wayang Kamasan sebagian besar diambil dari alam, seperti mangsi untuk warna hitam; blau untuk warna biru yang dibuat dari daun taum; atal sejenis batu yang banyak didapat dari gunung berapi untuk warna kuning; kunyit untuk warna kuning tua; kencu untuk warna merah tua; tulang atau tanduk menjangan untuk warna putih Nirma, 2010. Visual karya-karya ini memberikan gambaran kepada publik sebagai apresiator, penikmat seni, ataupun sebagai calon konsumen, bahwa karya-karya tempat lampu ini dikerjakan dengan ketelitian dan kerumitan yang cukup tinggi, dibuat dengan hati-hati dan memperhatikan detail yang baik. Kerumitan disebut juga ngrawit yaitu sangat rumit, dikerjakan dengan penuh ketelitian, dengan sabar dan hati-hati Alamsyah, 201840. Pada proses penciptaan karya ini juga sangat mempertimbangkan pemenuhan fungsi karya sebagai hal yang utama dan semaksimal mungkin dirancang untuk mampu menampilkan karya yang unik dan menarik, seperti contoh karya yang terlihat pada gambar 2 dan 3 di bawah. Figur-figur wayang yang dipilih sebagai objek ornamen pada penciptaan karya Yuliawan tergambar dalam suatu penggalan kisah cerita yang diwakili oleh tokoh-tokoh tersebut. Pada gambar 2 di bawah dinarasikan dan divisualkan cerita Hanoman dan Rahwana berseteru karena Hanoman bermaksud menyelamatkan Dewi Sita yang disekap di taman Soka, Alengka. Hanoman adalah anak dari Batara Bayu dengan Dewi Anjani. Hanoman dikisahkan mempunyai kekuatan yang tidak ada bandingannya, tidak ada senjata yang mampu membunuh dirinya. Hanoman juga dikisahkan memiliki kemampuan mengubah diri menjadi besar sebesar gunung atau mengecil seperti anak monyet sesuka hatinya. Di samping itu Hanoman juga mempunyai perwatakan yang baik seperti pemberani, sopan-santun, setia, prajurit ulung, waspada, pandai berbahasa, rendah hati, kuat dan tabah Sudjarwo, dkk, 2010 234. Tokoh Rahwana yang digambarkan pada karya di atas merupakan putra dari Rsi Wisrama dengan Dewi Sukesi. Dewi Sukesi adalah putri Prabu Sumali, raja Alengka. Rahwana adalah figur yang dipakai untuk menyampaikan pesan yang tidak baik, misalnya sifat angkara murka, serakah, tamak sekaligus lambang sifat ulet dalam mengejar cita-cita. Tokoh ini dianggap mewakili sikap keserakahan karena menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuannya, ia bisa dan tega mengorbankan siapa pun. Rahwana juga dikisahkan memiliki kekuatan atau kesaktian luar dari biasanya, yaitu tidak akan mati semasih jasadnya menyentuh tanah Sudjarwo, dkk, 2010 266 . KESIMPULA DAN SARAN Karya-karya keramik di atas memberikan pemahaman bahwa motif wayang khas Bali sangat menginpirasi kriyawan dalam penciptaan karya-karya keramik yang unik dan menarik. Penciptaan motif wayang khas Bali pada media keramik masih sangat jarang dilakukan oleh para kriyawan keramik. Kriyawan keramik menerapkan ornamen wayang khas Bali pada media keramik dilakukan dengan berbagai teknik misalnya teknik lukis, teknik ukir dan teknik toreh. Tokoh-tokoh wayang yang sering diangkat dalam penciptaan karya keramik ini adalah tokoh-tokoh yang populer, tokoh-tokoh yang lumrah secara umum dikenal masyarakat luas. Tokoh-tokoh tersebut ditampilkan pada suatu adegan singkat seri ceritera Ramayana maupun Mahabrata. Tokoh-tokoh pewayangan tersebut misalnya tokoh Rama, Sinta, Laksmana, Anoman, Bima, dan Arjuna. Ornamen khas tradisi pada media keramik ini mampu menjadi pembeda di tengah maraknya keramik bernuansa Cina di Indonesia. Namun kalau dilihat dari visual keramik Cina yang dipasarkan di Indonesia, nampaknya Gorga Jurnal Seni Rupa Volume 08 Nomor 02 Juli-Desember 2019 p-ISSN 2301-5942 e-ISSN 2580-2380 Disubmit 13 September 2019, direview 19 September 2019, dipublish 13 Oktober 2019. kriyawan keramik ini masih belum mampu mengimbangi dominasi kuasa kualitas dan kuantitas yang ditampilkan keramik Cina. Penciptaan-penciptaan kriya keramik yang bernuansa budaya tradisi dari berbagai daerah di Indoensia perlu terus didorong untuk memunculkan karya-karya keramik berkarakter Indonesia. Pihak-pihak yang memiliki kuasa dalam hal ini bisa melakukan berbagai langkah seperti pembinaan perajin, pemberian modal usaha, melakukan lomba produk kriya bernuansa tradisi, kriya pemberian pemahaman pentingnya pelesatarian budaya melalui karya kriya, serta tindakan nyata yang lainnya. DAFTAR RUJUKAN Alamsyah. 2018. “Potret Pekerja Kerajinan Seni Ukir Relief Jepara”. Endogami Jurnal Ilmiah Kajian Antropologi, 21, Diunduh 29 April 2019 dari Arthanegara, I G B. 1977. Wayang Kulit Koleksi Museum Bali. Denpasar Proyek Pengembangan Media Kebudayaan Ditjen Kebudayaan Departemen P dan K Republik Indonesia. Arthanegara, I G B, Alit Widiastuti. 1980/1981. Lukisan Wayang Kamasan Koleksi Museum Bali. Denpasar Proyek Pengembangan Permoseuman Bali. Atika. 2017. “Mintaqulburuj”. Pusat Penelitian Arkeologi Nasional Kemendikbud. Diunduh 9 April 2019 dari Isnaini, S. K., I N. Lodra. 2016. Bentuk, Teknik, Dan Fungsi Ragam Hias Keramik Pada Coco Karunia Keramik Probolinggo. Jurnal Pendidikan Seni Rupa, 0401, Diunduh 10 April 2019 dari Kanta. I Made. 1977/1978. Proses Melukis Tradisional Wayang Kamasan. Denpasar Proyek Sasana Budaya Bali. Martono. 2015. Nilai-Nilai Tradisi sebagai Inspirasi Pengembangan Desain Kriya Kontemporer. Imaji Jurnal Seni dan Pendidikan Seni, 81. Diunduh 30 April 2019 dari doi Mudana, I. W. 2017. “Inovasi Bentuk Lukisan Wayang Kamasan”. Mudra Jurnal Seni Budaya, 312. Diunduh 20 April 2019 dari Mudra, I., P, I., & CK, I. 2019. Dinamika Problematik Artefak Kriya Masa Lalu di Bali pada di Era Revolusi Industri Senada Seminar Nasional Desain Dan Arsitektur, 2, 183-189. Retrieved from Mulyono, Sri. 1978. Wayang Asal Usul, Filsafat dan Masa Depannya. Jakarta Gunung Agung. Nurgiyantoro, Burhan. 2011. “Wayang dan Pengembangan Karakter Bangsa”. FBS Universitas Negeri Yogyakarta. Jurnal Pendidikan Karakter, 11. Diunduh 24 Maret 2019 dari Nirma, I Nyoman. 2010. “Wayang Kamasan II”. Diunduh 29 April 2019 dari Sudjarwo, Heru S, Sumari, Wiyono Undung. 2010. Rupa dan Karakter Wayang Purwa. Jakarta Kaki Langit Kencana. Tim Penyusun. 1974/1975. Perkembangan Wayang Wong Sebagai Seni Pertunjukan. Denpasar Proyek Pengembangan Sarana Wisata Budaya Bali. ... Tulisan berjudul "Motif Tradisi Wayang Khas Bali pada Penciptaan Seni Keramik". Tulisan ini menjelaskan jenis-jenis karya yang diciptakan dengan ornamen wayang khas Bali, teknik pembentukan dan teknik penerapan oranmennya serta tokoh-tokoh wayang yang dipilih sebagai ornamen Mudra, 2019 Batasan mengenai estetika adalah sesuatu yang masih sulit untuk dijelaskan secara tepat, karena sifatnya sangat luas dan bersifat subyektif. Buku pertama yang membahas estetika yaitu Baumgarten "Aesthetica" 1750. ... I Wayan MudraGede Mugi RaharjaWayan SukaryaAbstrak Wayang Bali dalam bentuk lukisan tradisional sebagai budaya warisan leluhur ikut menginpirasi kriyawan Bali dalam mewujudkan karya-karya keramik bernilai estetika. Usaha para kriyawan ini dapat dibaca sebagai perlawanan terhadap masuknya karya keramik dari luar dan produksi karya-karya keramik seni di Indonesia yang mengabaikan karakter Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk membahas estetika dari visual karya-karya keramik yang menerapkan ornamen wayang khas Bali. Metode pengumpulan data dilakukan dengan observasi dan dokumentasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa estetika dari visual produk kriya keramik dengan ornamen wayang khas Bali dilihat dari kesatuan unity, keselarasan harmony, kesetangkupan symmetry, keseimbangan balance, dan perlawanan contrast cukup baik walaupun belum maksimal. Disamping itu estetika visual ornamen karya-karya keramik ini belum menampilkan kerumitan complexity yang baik, sehingga keindahan yang diperoleh tidak maksimal. Penilaian estetika visual pada karya ini bersifat subyektif, sehingga sangat mungkin ada penilaian yang berbeda. Simpulan yang dapat disampaikan bahwa estetika dapat dicapai dengan mengangkat budaya tradisi masa lalu dan sekaligus sebagai bentuk penghargaan terhadap budaya tersebut dan menjadi pembeda di tengah maraknya keramik bernuansa Cina di Indonesia. Kata Kunci estetika, keramik, ornamen, wayang, Bali. Abstract The Balinese puppets in the traditional paintings as a cultural heritage has inspired Balinese craftsmen created ceramic works of aesthetic value. The efforts these craftsmen can be read as resistance to entry the ceramic works from outside and the production of the ceramic art in Indonesia that ignore Indonesian characters. This study aims to discuss the aesthetics of visuals ceramic works that apply Balinese puppets ornaments. The data collection method by observation and documentation. The results showed that the aesthetics of the ceramic craft products with Balinese puppets ornaments seen from unity, harmony, symmetry, balance, and contrast are quite good, although not yet optimal. Besides, the visual aesthetics of the ceramic works have not displayed good complexity, so the beauty that obtained was not optimal. The visual aesthetic assessment of this work was subjective in nature, so it was possible that there will be different judgments. The conclusion that aesthetics can be achieved by elevating the cultural traditions of the past and at the same time as a form of appreciation for that culture and become a differentiator amid the rise of Chinese ceramics in Indonesia.... Tulisan berjudul "Motif Tradisi Wayang Khas Bali pada Penciptaan Seni Keramik". Tulisan ini menjelaskan jenis-jenis karya yang diciptakan dengan ornamen wayang khas Bali, teknik pembentukan dan teknik penerapan oranmennya serta tokoh-tokoh wayang yang dipilih sebagai ornamen Mudra, 2019 Batasan mengenai estetika adalah sesuatu yang masih sulit untuk dijelaskan secara tepat, karena sifatnya sangat luas dan bersifat subyektif. Buku pertama yang membahas estetika yaitu Baumgarten "Aesthetica" 1750. ... I Wayan MudraI Gede Mugi RaharjaI Wayan SukaryaThe Balinese puppets in the traditional paintings as a cultural heritage has inspired Balinese craftsmen created ceramic works of aesthetic value. The efforts these craftsmen can be read as resistance to entry the ceramic works from outside and the production of the ceramic art in Indonesia that ignore Indonesian characters. This study aims to discuss the aesthetics of visuals ceramic works that apply Balinese puppets ornaments. The data collection method by observation and documentation. The results showed that the aesthetics of the ceramic craft products with Balinese puppets ornaments seen from unity, harmony, symmetry, balance, and contrast are quite good, although not yet optimal. Besides, the visual aesthetics of the ceramic works have not displayed good complexity, so the beauty that obtained was not optimal. The visual aesthetic assessment of this work was subjective in nature, so it was possible that there will be different judgments. The conclusion that aesthetics can be achieved by elevating the cultural traditions of the past and at the same time as a form of appreciation for that culture and become a differentiator amid the rise of Chinese ceramics in Wayan MudanaLukisan wayang Kamasan LWK merupakan seni tradisional yang tumbuh dan berkembang di Desa Kamasan, Klungkung, Bali, memiliki identitas sangat khas dan unik. Secara tradisi lukisan wayang Kamasan memiliki identitas yang sangat khas dan unik digunakan sebagai sarana persembahan dalam ritual agama Hindu. Kekhasan LWK terikat oleh pakem, nilai, norma, dan ketentuan yang bersifat mengikat dan baku, Sedangkan keunikannya, masih dikerjakan secara kolektif dan komunal dengan menggunakan bahan dan peralatan yang diambil dari alam serta diolah dengan teknik-teknik tradisional. Secara visual LWK juga memiliki estetika yang sangat artistik, di dalamnya terkandung nilai-nilai filsafat yang bersifat simbolik yang sering digunakan sebagai pencerahan dan bayangan dalam kehidupan manusia di dunia maupun di akhirat. Pada perkembangannya LWK diinovasi menjadi seni kemasan pasar untuk memenuhi kebutuhan konsumen. Dalam hukum seni pasar, Keith Tester 2003 mengatakan; konsumen dengan kekuatan modal beserta agen-agennya sudah mampu mengatur dan mengendalikan pelukis untuk menciptakan produk-produk baru yang semu. Lebih lanjut, modal dapat digolongkan menjadi, modal kapital, modal simbolik, modal budaya, dan modal lukisan Wayang Kamasan LWK sebagai seni kemasan pasar menarik untuk dikaji secara kritis dengan menggunakan pendekatan culture studies terfokus pada tiga masalah. Pertama, mengapakah terjadi inovasi pada lukisan wayang Kamasan? Kedua, bagaimanakah bentuk inovasi lukisan Wayang Kamasan sebagai seni kemasan pasar 7 dan Ketiga, bagaimanakah implikasi inovasi lukisan wayang Kamasan menjadi seni kemasan pasar di Klungkung Bali? Pengkajian terhadap masalah tersebut bersifat ekletik menggunakan teori praktik dengan rumus generatzf habitus x modal + ranah = praktik, teori komodifikasi, dan teori estetika postmodern Metode yang digunakan mengkaji penelitan LWK adalah metode kritis yang bersifat emansipatoris dengan data wawancara secara mendalam, observasi, studi kepustakaan, dan penelitian menunjukkan sebagai berikut, Pertama, LWK sudah mengalami inovasi menjadi produk-produk baru untuk memenuhi kebutuhan konsumen, Faktor-faktor pendorong terjadinya inovasi, yaitu 1 motivasi ekonomi, 2 identitas diri, 3 kreativitas melukis 4 globalisasi, dan 5 pariwisata. Kedua, bentuk inovasi LWK berupa produk soevenir, yaitu berupa barang dagangan untuk didistribusikan ke pasar. Ketiga, implikasi dari inovasi LWK bersifat positif dan negatif. Sifat positif LWK dapat meningkatkan kesejahteraan, meluasnya distribusi dan konsumsi sosial, munculnya pelukis perempuan, dan berkembangnya industri kreatif. Sifat negatifnya, LWK yang bersifat simbolik diprofanisasi menjadi produk massa sehingga terj adi desakralisasi yang berimplikasi melunturnya nilai-nilai tradisi lokal dan berkembangnya industri kreatif di Klungkung Proyek Pengembangan Permoseuman BaliLukisan Wayang Kamasan Koleksi MuseumBaliLukisan Wayang Kamasan Koleksi Museum Bali. Denpasar Proyek Pengembangan Permoseuman Penelitian Arkeologi Nasional KemendikbudAtikaAtika. 2017. "Mintaqulburuj". Pusat Penelitian Arkeologi Nasional Kemendikbud. Diunduh 9 April 2019 dari cle/jbqofa_1519878107/mintaqulburujBentuk, Teknik, Dan Fungsi Ragam Hias Keramik Pada Coco Karunia Keramik ProbolinggoS K IsnainiN LodraIsnaini, S. K., I N. Lodra. 2016. Bentuk, Teknik, Dan Fungsi Ragam Hias Keramik Pada Coco Karunia Keramik Probolinggo. Jurnal Pendidikan Seni Rupa, 0401, Diunduh 10 April 2019 dari article/view/15011/ 2015. Nilai-Nilai Tradisi sebagai Inspirasi Pengembangan Desain Kriya Kontemporer. Imaji Jurnal Seni dan Pendidikan Seni, 81. Diunduh 30 April 2019 dari doi Problematik Artefak Kriya Masa Lalu di Bali pada di Era Revolusi Industri Senada Seminar Nasional Desain Dan ArsitekturI MudraI CkMudra, I., P, I., & CK, I. 2019. Dinamika Problematik Artefak Kriya Masa Lalu di Bali pada di Era Revolusi Industri Senada Seminar Nasional Desain Dan Arsitektur, 2, 183-189. Retrieved from dan Pengembangan Karakter Bangsa". FBS Universitas Negeri YogyakartaSri MulyonoMulyono, Sri. 1978. Wayang Asal Usul, Filsafat dan Masa Depannya. Jakarta Gunung Agung. Nurgiyantoro, Burhan. 2011. "Wayang dan Pengembangan Karakter Bangsa". FBS Universitas Negeri Yogyakarta. Jurnal Pendidikan Karakter, 11. Diunduh 24 Maret 2019 dari ew/1314. Nirma, I Nyoman. 2010. "Wayang Kamasan II". Diunduh 29 April 2019 dari dan Karakter Wayang PurwaHeru S SudjarwoWiyono SumariUndungSudjarwo, Heru S, Sumari, Wiyono Undung. 2010. Rupa dan Karakter Wayang Purwa. Jakarta Kaki Langit Pekerja Kerajinan Seni Ukir Relief JeparaAlamsyah. 2018. "Potret Pekerja Kerajinan Seni Ukir Relief Jepara". Endogami Jurnal Ilmiah Kajian Antropologi, 21, Diunduh 29 April 2019 dari article/view/21302.

ornamen ukir pada wayang kulit termasuk gambar yang bersifat